Jakarta – Penuntut umum penuntut umum (JPU) menuduh Hendra Kurniawan dengan Undang-Undang Info serta Negosiasi Electronic (ITE) dalam kasus pembunuhan memiliki rencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Brigjen Pol Hendra Kurniawan adalah satu dari 7 terdakwa dalam pidana penghambatan keadilan (“obstruction of justice”) yang disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
Dalam gugatan primer kesatu, Hendra Kurniawan dituntut dengan Pasal 49 juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 terkait Transisi atas UU Nomor 11 Tahun 2008 terkait ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Setelah itu gugatan primer ke-2 , Pasal 233 KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, subsider Pasal 221 ayat (1) kedua juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sanksi hukuman kalau penuhi elemen Pasal 32 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 8 tahun serta/atau denda sangat banyak Rp2 miliar.
Dalam surat gugatan yang dibacakan JPU secara berganti-gantian, Hendra berperanan dalam peralihan DVR camera pemantau (CCTV) yang merekam seluruhnya peristiwa disekitaran kompleks rumah Ferdy Sambo di Duren Tiga Jakarta Selatan.
Hendra pun ketahui kalau satu diantara CCTV tampilkan siaran Brigadir J masih hidup selesai Ferdy Sambo datang dalam rumah dinasnya. Siaran CCTV itu tidak sama dengan urutan peristiwa yang telah diskenariokan Ferdy Sambo.
Ketua Manjelis Hakim Ahmad Suhel lalu bertanya pada Hendra Kurniawan, apa pahami arti dari gugatan JPU itu.
“Saya pahami, serta buat eksepsi saya berikan pada kuasa hukum,” kata Hendra dihadapan majelis hakim.
Sedangkan kuasa hukum Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat menyatakan tak kan kerjakan eksepsi buat surat gugatan itu.
Tidak ajukan berkeberatan
Henry Yosodiningrat, Kuasa Hukum bekas Karopaminal Divpropam Polri Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, menuturkan tak ajukan nota berkeberatan atau eksepsi atas gugatan Penuntut umum Penuntut Umum (JPU) di sidang masalah obstruction of justice atau merintangi penyelidikan kasus pembunuhan memiliki rencana pada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
“Buat memuliakan azas peradilan cepat, murah serta simpel, kami melihat kalau tidak usah kami buat memberikan eksepsi,” kata Henry selesai sidang diadakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Rabu.
Faksinya tak ajukan eksepsi karena menurut dia surat gugatan JPU udah penuhi beberapa syarat resmi serta substansial dari satu surat gugatan.
“Yang dieksepsi itu jikalau gugatan tak penuhi beberapa syarat resmi serta prasyarat substansial dari surat gugatan sama dengan dipastikan dalam peraturan pasal 143 KUHP,” ucapnya.
Henry pun mengatakan dari serangkaian kelakuan yang dijabarkan oleh JPU dalam persidangan Hendra Kurniawan betul-betul tak ada satu kelakuan yang disebut kelakuan pidana.
“Gak ada kelakuan terduga, tapi kelakuan orang yang lain tak ada hubungan dengan terduga,” ujarnya.
Dia menuturkan kalau Hendra Kurniawan tak ketahui bukti kebenaran dari insiden yang diungkapkan Ferdy Sambo masalah insiden penembakan di Kompleks Polri Duren Tiga yang sebabkan wafatnya Brigadir J serta relevansinya dengan sangkaan kekerasan seksual pada Putri Candrawathi.
“Ia gak tahu apa insiden yang apa narasi yang diungkapkan oleh Sambo ini bukti yang sesungguhnya atau mungkin tidak,” tuturnya.
Dia selanjutnya bercakap, “Ia gak tahu kalau itu jalan cerita atau apa, ia gak tahu”.
Dia lantas mengatakan juga urutan sama dengan surat gugatan yang dibacakan JPU dalam persidangan, kalau Hendra serta AKBP Bijaksana Rachman Berbudiin sempat menghadap Sambo buat memberikan kalau isi rekaman CCTV yang dilihatnya tidak sama dengan urutan kematian Brigadir J yang diskenariokan Sambo.
Di mana, satu diantara CCTV tampilkan siaran Brigadir J masih hidup selesai Ferdy Sambo datang dalam rumah dinasnya. Walaupun sebenarnya, Sambo mengatakan kalau Brigadir J telah wafat gara-gara baku tembak dengan Bharada E saat sebelum Sambo datang dalam rumah dinas Duren Tiga.
“Waktu melapor berjumpa Sambo, Sambo emosi serta meneror ‘kalau sampai bocor, ini dari kalian!,” kata Henry.
Hendra Kurniawan dituntut dengan Undang-Undang Info serta Negosiasi Electronic (ITE) dalam kasus pembunuhan memiliki rencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dalam gugatan primer kesatu, Hendra Kurniawan dituntut dengan Pasal 49 juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 terkait Transisi atas UU Nomor 11 Tahun 2008 terkait ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Setelah itu gugatan primer ke-2 , Pasal 233 KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, subsider Pasal 221 ayat (1) kedua juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Hendra Kurniawan adalah satu dari 7 terdakwa dalam masalah obstruction of justice bersama dengan Ferdy Sambo, AKBP Bijaksana Rachman Berbudiin, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, Kombes Pol. Agus Nurpatria Adi Purnama, serta AKP Irfan Widyanto.